Dunia Organik

ANALISA USAHATANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN¹

Oleh:

Henny Mayrowani², Supriyati², T. Sugino³

Pendahuluan

Pertanian organik merupakan jawaban atas revolusi hijau yang digalakkan pada tahun 1960an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimia  yang tidak terkendali.   Sistem pertanian berbasis high input energy seperti pupuk kimia dan pestisida dapat merusk tanah yang akhirnya dan menurunkan produktifitas tanah.

Konsep pertanian organik  menitik beratkan pada keterpaduan sektor pertanian dan peternakan dalam menjamin daur hara yang optimum. Pada pertanian organik,  pupuk dan pestisida yang digunakan bersumber dari bahan organik.  Pupuk kandang yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan, atau produk sampingan seperti jerami padi atau sisa2 tumbuhan lain, sedangkan untuk pencegahan dan pemberantasan hama – penyakit tanaman digunakan bio pestisida yang berasal dari ekstrak bahan-bahan aktif tumbuhan.

Hingga saat ini pertanian organik masih diperdebatkan, ada pihak yang mendukung dan ada yang tidak mendukung, masing-masing dengan argumentasinya.  Argumentasi kelompok yang pro pada pertanian organik didasarkan pada keprihatinan terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan dan kesejahteraan petani secara mikro.  Sedangkan pihak yang kontra pertanian organik bertitik tolak pada kekhawatiran pada keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani secara menyeluruh  (Soil Association, 2001).

Keberlanjutan pertanian organik, tidak dapat dipisahkan dengan dimensi ekonomi, selain dimensi lingkungan dan dimensi sosial. Pertanian organik tidak hanya sebatas meniadakan penggunaan input sintetis, tetapi juga pemanfaatan sumber-sumber daya alam secara berkelanjutan, produksi makanan sehat dan menghemat energi. Aspek ekonomi dapat berkelanjutan bila produksi pertaniannya mampu mencukupi kebutuhan dan memberikan pendapatan yang cukup bagi petani. Tetapi, sering motivasi ekonomi menjadi kemudi yang menyetir arah pengembangan pertanian organik.

Pertanian organik yang berasal dari lahan konvensional (lahan yang intensif penggunaan input kimia sintetis) perlu masa peralihan. Peralihan dari pertanian yang dikelola secara konvensional ke pertanian organik seharusnya tidak hanya memperbaiki ekosistem lahan, namun juga menjamin kelangsungan hidup (secara ekonomi) lahan tersebut.

Karena itu, penyesuaian, kesempatan dan resiko yang dituntut untuk peralihan itu saling berkaitan dan harus diperhatikan. Peralihan ke pertanian organis memerlukan pola pikir yang baru pula. Seluruh anggota keluarga yang terlibat dalam pengelolaan lahan harus siap dalam melakukan perubahan-perubahan dalam banyak aspek. Yang pertama dan terpenting adalah cara pandang petani itu sendiri terhadap pertanian organik.

Potensi ekonomi lahan pertanian organik dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berperan dalam perubahan biaya dan pendapatan ekonomi lahan. Setiap lahan memiliki potensi ekonomi bervariasi (kondisi produksi, a.l.: input, modal, laba potensial; dan pemasaran a.l.: harga, kualitas, kontinuitas), karena lahan pertanian memiliki karakteristik berbeda yang sesuai dengan kondisi lahan tersebut (Balai Penelitian Padi, 2008). Karena itu, faktor-faktornya bervariasi dari satu lahan ke lahan yang lain dan dari satu negara ke negara yang lain. Secara umum, semakin banyak perubahan dan adopsi yang diperlukan dalam lahan pertanian, semakin tinggi resiko ekonomi yang ditanggung untuk perubahan-perubahan tersebut.

Kemampuan ekonomi suatu lahan dapat diukur dari keuntungan yang didapat oleh petani dalam bentuk pendapatannya. Keuntungan ini bergantung pada kondisi-kondisi produksi dan pemasaran. Keuntungan merupakan selisih antara biaya (costs) dan hasil (returns). Modal tetap atau fixed costs (yang tidak secara langsung bergantung pada ukuran produksi) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau menyewa tanah, bangunan atau mesin-mesin; atau bisa juga biaya yang disediakan untuk menggaji pekerja-pekerja tetap. Upah bagi buruh tani (termasuk bila menggunakan tenaga kerja keluarga) yang bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan khusus (misalnya pada waktu panen) tergantung pada ukuran produksi. Ini disebut sebagai modal tidak tetap (variable costs), termasuk biaya yang dikeluarkan untuk membeli input (misalnya benih, pupuk, pestisida). Lahan bisa dikatakan layak secara ekonomi jika hasil yang didapat melampaui total modal tidak tetap dan penurunan nilai modal tetap. Hasil utamanya berupa uang yang diterima dari penjualan produk yang dihasilkan. (Kay, 1986).

Karena itu, penyamarataan biaya produksi tidak mungkin dilakukan. Dalam kasus-kasus yang sering dijumpai di lahan, biaya input awal mengalami kenaikan karena petani harus membeli pupuk organik (pupuk kandang) untuk membangun materi organik tanah. Selain itu, diperhitungkan pula biaya untuk menggaji pekerja mengangkut pupuk kandang, membersihkan semak, dll yang menjadi rangkaian pekerjaan yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan sistem pertanian organiknya. Ini dapat menaikkan biaya produksi secara keseluruhan.

Penurunan hasil panen bisa terjadi dalam kondisi-kondisi tertentu, terutama jika kesuburan tanah amat rendah akibat kekurangan materi organik tanah. Hal ini dapat mengecewakan petani yang berharap mengalami peningkatan hasil dari sistem organik. Untuk menghindari kekecewaan yang berlebihan, petani yang tertarik untuk beralih ke pertanian organis harus diingatkan untuk bersiap-siap menghadapi penurunan hasil pada tahun-tahun awal dan tidak perlu khawatir karena setelah tiga hingga lima tahun hasil panen akan naik dan memuaskan. Tampaknya perbaikan hasil panen dapat menjadi lebih tinggi pada daerah yang memiliki iklim lembab dengan tanah yang mengandung banyak materi organisnya.

Setelah masa peralihan dilalui, hasil panen pertanian organis mengalami peningkatan seperti jumlah semula, bahkan dapat melebihi. Jadi, pada waktu proses peralihan dari pertanian konvensional ke organis selesai, hasil panen yang didapat sangat positif karena tidak mengalami penurunan. Selain itu, tanah lahan telah ‘pulih’ dan keanekaragaman hayati di lahan telah mengalami keseimbangan, memberikan kontribusi bagi penurunan biaya produksi seperti biaya sebelum perubahan atau mungkin lebih rendah, karena lahan tidak membutuhkan input kimia pertanian yang sangat mahal harganya dan cukup memanfaatkan sumber-sumber yang ada di lahan itu sendiri.

Hasil/keuntungan tidak hanya bergantung pada produktifitas tetapi juga harga yang diberikan oleh pasar. Meskipun demikian, pada umumnya petani berharap mendapat harga yang tinggi untuk produk-produk organis mereka setelah lahan mereka organik. Tetapi, bila harga tertinggi tidak terpenuhi, sebenarnya petani organik sudah mendapatkan keuntungan karena biaya produksi organik lebih rendah dibandingkan non organik. Beberapa keuntungan  membudidayakan padi secara organik adalah :  (1) kesehatan konsumen; (2) penggunaan pupuk organik yang mengembalikan kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan; dan (3) meningkatkan pendapatan petani, karena harga jualnya lebih tinggi dari beras konvensional. Jaminan harga dan pemasaran dapat dilakukan melalui kemitraan (Saptana, 2006).

Padi organik mulai dikembangkan di Kabupaten Sragen tahun 2001.  Pengembangan padi organik di Kabupaten Sragen diharapkan bisa  meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja dan menyediakan lapangan usaha, dan secara umum bisa meningkatkan perekonomian daerah maupun nasional.  Studi ini dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana usahatani padi organik dapat meningkatkan pendapatan petani.

Metoda Penelitian

Pengumpulan informasi dan data dilakukan melalui wawancara terstruktur. Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap yaitu : 1) Survey yang dilaksanakan pada bulan Februari 2008 untuk mengumpulkan data usahatani padi organik MH 2007/2008;  dan 2) Survey yang dilaksanakan  bulan Agustus 2008 untuk mengumpulkan data usahatani padi organik MK1 2008.  Lokasi penelitian di Kabupaten Sragen Jawa Tengah di Kecamatan Sambirejo dan Kecamatan Sambungmacan.

Responden petani berjumlah 40 petani dengan klasifikasi : petani padi organik di dataran rendah, petani padi non organik di dataran rendah, petani padi organik dengan MOU (bermitra) di dataran tinggi, petani padi organik tanpa MOU (tidak bermitra) di dataran tinggi dan petani padi non organik di dataran tinggi.  Responden  terdistribusi di 3 Kelompok Tani dan 2 petani diluar Kelompok Tani tersebut (Tabel 1).

Table 1. Distribusi responden

No.	Klasifikasi	Kelompok Tani/Kecamatan	Jumlah Responden
1	Petani Padi organik di dataran rendah	Tani Mulyo, Sambungmacan	10
2	Petani padi non-organik di dataran rendah	Tani Mulyo, Sambungmacan	8
3	Petani padi organik di dataran tinggi dengan MOU	Sri Makmur, Sambirejo	10
4	Petani padi organik di dataran tinggi tanpa MOU	Margo Rukun, Sambirejo	10
5	Petani padi non-organik di dataran tinggi		2
	Jumlah		40

Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah pengeluaran dan pendapatan usahatani padi organik dan non padi organik yang meliputi : penggunaan tenaga kerja; biaya sarana produksi, seperti penggunaan benih, pupuk, dan pestisida; biaya-biaya usahatani lainnya, seperti sewa lahan, sewa/pemeliharaan alat dan mesin pertanian, pengairan, pajak dsb; pemasaran hasil pertanian dan pendapatan usahatani.  Data dianalisa secara deskriptif

Hasil  Penelitian

Luas panen dan produksi

Bupati Sragen mencanangkan gerakan bertani padi organik pada tahun 2001 dan didukung penuh oleh pemerintah Kabupaten.  Alasan memilih padi organik sebagai kebijakan unggulan adalah: pengendalian lingkungan, kesehatan masyarakat dan pasar.  Harga padi organik lebih tinggi daripada padi non-organik.(http://www.korantempo.com).

Dari tahun ke tahun perkembangan luas panen dan produksi padi organik di Kabupaten Sragen cukup menggembirakan, dengan perkembangan rata-rata 22,70 dan 24,60.Total luas lahan pertanian padi organik di kab Sragen adalah 4.305 ha dengan total kapasitas produksi 27.721,55 ton pada tahun 2008.  Menurut data dari Bapelluh Kabupaten Sragen pada MT 2008/2009, jenis padi organik yang dikembangkan di Kab. Sragen antara lain varietas IR-64(70,72%), Mentik wangi (3,77%), Ciherang (22,12%) dan lainnya (3,39%).   Harga padi organik bervariasi tergantung kualitas dan varietas.

Kemitraan memberikan jaminan pemasaran dan harga yang lebih tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan saat survey dilakukan (2008), harga tingkat petani yang bermitra adalah Rp 2.390/kg gabah kering panen dan harga tingkat petani yang tidak bermitra Rp 2.000/kg.  Dari total 224,342 ha yang bermitra pada tahun 2005, 88,15% (197,762 ha) bermitra dengan PB Padi Mulyo dan 11,85% (26,58) bermitra dengan PD PAL.

Tabel 2.  Perkembangan luas panen, produktifitas, produksi dan petani padi organik di Kabupaten Sragen 2001-2008.

Tahun	Uraian
	Luas panen	Produktifitas	Produksi	Jumlah
	(ha)	(kw/ha)	(ton)	petani
2001	675,94	39,91	3.657,08	1.226
2002	957,45	53,21	5.203,41	1.661
2003	1.578,34	53,42	8.844,01	2.720
2004	1.993,30	52,83	11.761,75	2.721
2005	2.500,04	56,92	15.235,00	3.153
2006	3.113,82	55,76	19.439,80	3.357
2007	3.386,38	59,21	21.555,00	3.374
2008	4.305,00	61,44	27.721,55	4.828
Pertumbuhan
(%/th)	22,70	5,55	24,60	16,51

Sumber data : Bapelluh Kab. Sragen

Usahatani

Usahatani padi organik adalah kegiatan budidaya padi yang menggunakan pupuk dan pestisida organik.  Keragaan usahatani padi organik dan non organik di Kabupaten Sragen ditampilkan pada Tabel 3.  Secara umum, usahatani padi organik dan non organik masih memberikan keuntungan, hal ini diindikasikan R/C > 1 (dengan kisaran antara 1.81-2.83). Tidak ada kecenderungan yang spesifik, padi organik lebih menguntungkan atau merugikan, karena data dua musim menunjukkan hal yang berbeda. Pada MH 2007/2008, keuntungan usahatani atas biaya total padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan padi non organik (Rp 9.3 juta/ha vs Rp 5.9 juta/ha), dan sebaliknya pada MK I 2008 (Rp 9.9 juta/ha vs Rp 10.4 juta/ha). Namun keuntungan atas biaya tunai padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan padi non organik baik pada MH 2007/2008, (Rp 10.9 juta/ha vs Rp 7.0 juta/ha), maupun MK I 2008 (Rp 11.4 juta/ha vs Rp 10.9 juta/ha).  Hal ini disebabkan karena keuntungan usahatani dipengaruhi oleh tingkat produktivitas, harga, dan biaya usahahani, yang beragam antar KT (seperti terlihat pada Lampiran 1 dan 2).  Dapat dikatakan bahwa keuntungan atas biaya total merupakan penerimaan atas tenaga kerja, lahan, sementara keuntungan atas biaya tunai merupakan penerimaan atas lahan.

Tingkat produktivitas padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan padi non organik, baik pada MH 2007/2008 maupun MK I 2008. Kecenderungan yang sama untuk harga gabah yang diterima petani. Hal ini disebabkan karena kualitas padi organik lebih baik dibandingkan dengan padi non organik. Namun pada MK I 2008 perbedaan harga relatif kecil, hal ini disebabkan karena rendahnya harga yang diterima oleh KT Margo Rukun (Rp 2115/kg). Pada MK I 2008, KT Margo Rukun kesulitan pemasaran, sehingga harga gabah organik disetarakan dengan gabah non organik.  Perbedaan harga gabah organik dan non organik yang relatif tinggi pada MH 2007/2008 (Rp 2,116 vs Rp 1826 per kg) menye-babkan penerimaan usahatani padi non organik hanya Rp 13 juta/ha.

Tabel  3.  Analisa Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen MH 2007/ 2008 dan MK I 2008

Uraian	Satuan	MH 2007/2008		MK I 2008
		Organik	Non Organik	Organik	Non Organik
1. Produktivitas	(kg/ha)	7,683	7,247	7,363	7,183
2. Harga	(Rp/kg)	2,126	1,826	2,277	2,254
3. Penerimaan   (1)	(Rp)	16,301,594	13,214,803	16,862,962	16,107,800
4. Biaya
a. Sarana Produksi (2)	(Rp)	1,331,719	1,407,384	1,779,491	1,553,799
b. Tenaga Kerja (3)	(Rp)	5,033,701	3,631,558	4,901,478	3,154,705
– Luar Keluarga	(Rp)	3,363,811	2,502,815	3,417,217	2,634,255
– Dalam Keluarga (4)	(Rp)	1,669,890	1,128,744	1,484,261	520,449
c. Lainnya (5)	(Rp)	630,794	2,265,921	230,230	977,412
Total Biaya (6)=(2)+(3)+(5)	(Rp)	6,996,213	7,304,864	6,911,199	5,685,915
Total Biaya Tunai (7)=(6)-(4)	(Rp)	5,326,323	6,176,120	5,426,938	5,165,467
5. Keuntungan (1)-(6)	(Rp)	9,305,380	5,909,939	9,951,763	10,421,885
6. Keuntungan atas biaya tunai (1)-(7)	(Rp)	10,975,271	7,038,683	11,436,024	10,942,334
R/C {(1)/(6)}		2.33	1.81	2.44	2.83

Sumber: Data Primer

Total biaya usahatani padi organik pada MH 2007/2008 lebih rendah dibandingkan dengan padi non organik (Rp 6.9 juta/ha vs Rp 7.3 juta/ha), dan sebaliknya pada MK I 2008 (Rp 6.9 juta/ha vs Rp 5.6 juta/ha). Tingginya biaya usahatani padi non organik pada MH 2007/2008 disebabkan karena sewa lahan pada salah satu responden. Sewa lahan sawah di Kabupaten Sragen relatif tinggi, yaitu sekitar Rp 13 juta/ha per tahun. Struktur biaya usahatani padi organik dan non organik ditampilkan pada Tabel 4. Secara umum, pengeluaran biaya usahatani sebagian besar untuk biaya tenaga kerja, dengan proporsi berkisar antara 49.-71 persen dari total biaya. Tingginya biaya tenaga kerja karena usahatani padi merupakan usahatani yang padat tenaga kerja, ditambah dengan tingginya tingkat upah di wilayah ini.  Proporsi penggunaan tenaga kerja keluarga lebih kecil dibandingkan dengan tenaga kerja upahan. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja muda sudah tidak tertarik lagi bekerja di sektor pertanian.

Proporsi pengeluaran sarana produksi untuk padi organik dan non organik relatif sama (Tabel 2). Pada MH 2007/2008, biaya sarana produksi padi organik lebih rendah dibandingkan padi non organik ((Rp 1.3 juta/ha vs Rp 1.4 juta/ha), dan sebaliknya pada MK I 2008 (Rp 1.7 juta/ha vs Rp 1.5 juta/ha). Dengan demikian, pengalihan ke penggunaan pupuk dan pestisida organik tidak langsung menurunkan biaya sarana produksi. Hal ini disebabkan karena tingginya penggunaan pupuk organik di KT Sri Makmur dan Margo Rukun.

Tabel 4.  Struktur Biaya Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen

MH 2007/2008 dan MK I 2008

Uraian	MH 2007/2008		MK I 2008
	Organik	Non Organik	Organik	Non Organik
1. Sarana Produksi	19.03	19.27	25.75	27.33
– Benih	2.65	1.76	2.82	3.22
– Pupuk	16.12	16.39	21.73	22.41
– Pestisida	0.27	1.12	1.20	1.70
– Lainnya	0.00	0.08	0.00	0.14
2. Tenaga Kerja (3)	71.95	49.71	70.92	55.48
– Luar Keluarga	48.08	34.26	49.44	46.33
– Dalam Keluarga	23.87	15.45	21.48	9.15
3. Lainnya	9.02	31.02	3.33	17.19
Total Biaya	6,996,213	7,304,864	6,911,199	5,685,915

Sumber: Data Primer

Budidaya padi organik di Kabupaten Sragen menyebar dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Perbedaan utama antara dataran rendah dan dataran tinggi dalam budidaya padi adalah sumber air. Di dataran rendah, pengairan untuk budidaya padi sebagian besar adalah irigasi teknis dan setengah teknis,  sumber air berasal dari waduk dan melalui jalan yang panjang. Sementara di dataran tinggi, pengairannya adalah irigasi sederhana dengan sumber air dari pegunungan yang tidak jauh dari lahan. Keragaan analisa usahatani padi organik menurut wilayah (dataran rendah vs dataran tinggi) ditampilkan pada Tabel 5.

Tingkat penerimaan per satuan biaya (R/C) padi organik di dataran rendah lebih tinggi dibandingkan dengan dataran tinggi, baik pada MH 2007/2008 (2.62 vs 2.22), maupun pada MK I 2008 (3.43 vs 2.15). Demikian juga dengan keuntungan usahatani atas biaya total,  dataran rendah lebih tinggi dibandingkan dengan dataran tinggi, baik pada MH 2007/2008 (Rp 9.5 juta/ha vs Rp 9.2 juta/ha), maupun pada MK I 2008 (Rp 11.4 juta/ha vs Rp 9.2 juta/ha). Namun keuntungan atas biaya tunai berbeda untuk MH 2007/2008, dataran tinggi relatif sama dengan dataran rendah (Rp 11 juta/ha vs Rp 10.7 juta/ha).

Harga yang diterima petani padi organik di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas padi organik di dataran tinggi lebih baik dibandingkan dengan dataran rendah. Produktivitas antar wilayah tidak menunjukkan hal yang spesifik, pada MH 2007/2008 produktivitas dataran rendah lebih tinggi, dan sebaliknya pada MK I 2008. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang mempengaruhi produktivitas, yaitu penerapan teknologi, serangan hama dan penyakit, serta iklim. Dengan kondisi produktivitas dan harga seperti tersebut menyebabkan penerimaan usahatani padi organik di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah, baik pada MH 2007/2008 maupun MK I 2008.

Tabel  5. Analisa Usahatani Padi Organik Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Kabupaten Sragen MH 2007/2008 dan MK I 2008

Uraian	Satuan	MH 2007/2008		MK I 2008
		Dat rendah	Dat tinggi	Dat rendah	Dat tinggi
1. Produktivitas	(kg/ha)	7,798	7,626	7,238	7,425
2. Harga	(Rp/kg)	1,987	2,195	2,239	2,296
3. Penerimaan   (1)	(Rp)	15,382,201	16,761,290	16,092,365	17,248,261
4. Biaya
a. Sarana Produksi (2)	(Rp)	1,030,309	1,482,424	1,124,071	2,107,201
b. Tenaga Kerja (3)	(Rp)	3,936,189	5,582,457	3,249,524	5,727,455
– Luar Keluarga	(Rp)	2,685,233	3,703,100	2,607,531	3,822,060
– Dalam Keluarga (4)	(Rp)	1,250,957	1,879,357	641,993	1,905,396
c. Lainnya (5)	(Rp)	912,640	489,871	316,625	187,033
Total Biaya (6)=(2)+(3)+(5)	(Rp)	5,879,138	7,554,751	4,690,221	8,021,689
Total Biaya Tunai (7)=(6)-(4)	(Rp)	4,628,181	5,675,394	4,048,227	6,116,293
5. Keuntungan (1)-(6)	(Rp)	9,503,063	9,206,539	11,402,145	9,226,572
6. Keuntungan atas biaya tunai (1)-(7)	(Rp)	10,754,020	11,085,896	12,044,138	11,131,968
R/C {(1)/(6)}		2.62	2.22	3.43	2.15

Sumber: Data Primer

Biaya total usahatani padi organik di dataran tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah,  baik pada MH 2007/2008  (Rp 7.5 juta/ha vs Rp 5.8 juta/ha), maupun MK I 2008 (Rp 8.0 juta/ha vs Rp 4.7  juta/ha). Demikian juga dengan biaya tunai. Struktur biaya usahatani padi organik antar wilayah ditampilkan pada Tabel 6. Terlihat bahwa proporsi biaya terbesar adalah biaya tenaga kerja yang proporsinya berkisar antara 67-74 persen dari total biaya. Lagi-lagi, proporsi tenaga kerja keluarga relatif kecil (13-24 persen).

Tabel 6. Struktur Biaya Usahatani Padi Organik Dataran Rendah dan Dataran Tinggi di Kabupaten Sragen MH 2007/2008 dan MK I 2008

Uraian	MH 2007/2008		MK I 2008
	Dat rendah	Dat tinggi	Dat rendah	Dat tinggi
1. Sarana Produksi	17.52	19.79	23.97	26.42
– Benih	1.87	2.94	3.52	2.66
– Pupuk	15.56	16.53	19.90	22.42
– Pestisida	0.09	0.32	0.55	1.34
– Lainnya	0.00	0.00	0.00	0.00
2. Tenaga Kerja (3)	66.95	73.92	69.28	71.23
– Luar Keluarga	45.67	49.02	55.60	47.67
– Dalam Keluarga	21.28	24.90	13.69	23.57
3. Lainnya	15.52	6.30	6.75	2.36
Total Biaya	5,879,138	7,554,751	4,690,221	8,021,689

Sumber: Data Primer

Pasar padi organik masih relatif terbatas, pada saat ini di Kabupaten Sragen ada tiga pembeli padi organik yaitu PD Padi Mulya, PD PAL (Pelopor Alam Lestari) dan Asosiasi Padi Organik Kabupaten Sragen. Dari ke-tiga pembeli tersebut baru PD Padi Mulya yang mempunyai kesepakatan dengan produsen padi organik (dalam hal ini Kelompok Tani/KT), dan masih terbatas pada dua KT, yaitu KT Sri Makmur dan KT Sri Rejeki.  Keragaan analisa usahatani padi organik dengan dan tanpa MOU ditampilkan pada Tabel 7.

Terlihat bahwa secara konsisten, keuntungan KT dengan MOU lebih tinggi dibandingkan dengan KT tanpa MOU. Hal ini disebabkan karena harga yang diterima lebih tinggi, meskipun ada perbedaan produktivitas namun penerimaannya masih lebih tinggi. Perbedaan harga jual relatif besar yaitu berkisar antara Rp 300-Rp 400 per kg.  Jadi meskipun biaya total pada KT dengan MOU lebih tinggi,  namun masih memberikan  keuntungan yang lebih tinggi.

Tabel 7.  Analisa Usahatani Padi Organik Dengan dan Tanpa Mou  di Kabupaten Sragen MH 2007/2008 dan MK I 2008

Uraian	Satuan	MH 2007/2008		MK I 2008
		Dengan Mou	Tanpa Mou	Dengan Mou	Tanpa Mou
1. Produktivitas	(kg/ha)	7,566	7,742	8,834	6,627
2. Harga	(Rp/kg)	2,390	1,994	2,477	2,177
3. Penerimaan   (1)	(Rp)	18,161,269	15,371,756	21,679,945	14,454,471
4. Biaya
a. Sarana Produksi (2)	(Rp)	1,633,733	1,180,712	2,231,735	1,553,369
b. Tenaga Kerja (3)	(Rp)	5,306,530	4,897,286	5,162,783	4,770,826
– Luar Keluarga	(Rp)	3,505,398	3,293,017	3,647,200	3,302,225
– Dalam Keluarga (4)	(Rp)	1,801,132	1,604,270	1,515,583	1,468,601
c. Lainnya (5)	(Rp)	202,589	844,897	213,883	238,404
Total Biaya (6)=(2)+(3)+(5)	(Rp)	7,142,852	6,922,894	7,608,401	6,562,599
Total Biaya Tunai (7)=(6)-(4)	(Rp)	5,341,720	5,318,624	6,092,818	5,093,998
5. Keuntungan (1)-(6)	(Rp)	11,018,417	8,448,862	14,071,543	7,891,873
6. Keuntungan atas biaya tunai (1)-(7)	(Rp)	12,819,549	10,053,132	15,587,127	9,360,473
	(Rp)
R/C {(1)/(6)}		2.54	2.00	2.85	2.48

Sumber: Data Primer

Kesimpulan

1. Keuntungan usahatani atas biaya tunai padi organik lebih baik daripada usahatani padi non-organik.
2. Keuntungan usahatani padi organik dataran tinggi dan dataran rendah tidak spesifik.
3. Kemitraan pemasaran hasil padi organik (dengan MOU) memberikan keuntungan yang lebih baik daripada yang tidak mempunyai kemitraan (tanpa MOU), karena adanya jaminan pemasaran produk dan harga.  Namun konsekwensinya adalah penyediaan hasil  yang terus menerus sesuai dengan permintaan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Pustaka

Balai Penelitian Padi. 2008. Padi Organik.  Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi

Indonesia. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id.

Kay, Ronald D. 1986.  Farm Management; Planning, Control and Implementation. McGraw-

Hill International Edition. New York.

Saptana, et al. 2006.  Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura. Laporan Penelitian.  Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Soil Association and Sustain: The Alliance for Better Food and Farming. 2001. Myth and Reality, Organik versus Non-organik. http://www.soilassociation.org.

http://www.korantempo.com

Lampiran 1. Analisa Usahatani Padi Organik dan Non Organik menurut Kelompok Tani di

Kabupaten Sragen MH 2007/2008 (Rp)

Uraian	Group-1	Group-2	Group-3	Group-4	Group-5
	Tani Mulyo (org)	Tani Mulyo (non-org)	Sri Makmur	Margo Rukun	Non-organik
Output (1)	15,382,201	13,170,289	18,161,269	15,361,311	13,392,857
Sarana Produksi (2)	1,030,309	1,288,735	1,633,733	1,331,114	1,881,979
Benih	110,201	94,726	190,009	256,261	264,000
Pupuk	914,813	1,107,729	1,443,724	1,023,924	1,553,693
Pestisida	5,294	86,279	0	50,929	64,286
Lainnya	0	0	0	0	28,571
Tenaga Kerja (3)	3,936,189	3,227,283	5,306,530	5,858,383	5,248,660
Luar Keluarga	2,685,233	2,105,662	3,505,398	3,900,801	4,091,429
Dalam Keluarga (4)	1,250,957	1,121,622	1,801,132	1,957,582	1,157,231
Lainnya (5)	912,640	2,784,509	202,589	777,153	191,571
Total Biaya (6)=(2)+(3)+(5)	5,879,138	7,300,527	7,142,852	7,966,650	7,322,210
Total Biaya Tunai (7)=(6)-(4)	4,628,181	6,178,905	5,341,720	6,009,067	6,164,979
Keuntungan (1)-(6)	9,503,063	5,869,762	11,018,417	7,394,661	6,070,647
Produktivitas (kg/ha)	7,798	7,273	7,566	7,685	7,143
Harga (Rp/kg)	1,987	1,814	2,390	2,000	1,875
R/C {(1)/(6)}	2.62	1.80	2.54	1.93	1.83
Jumlah Responden	10	8	10	10	2
Jumlah Responden yang menggunakan pupuk kimia	10	8	6	8	2

Lampiran 2. Analisa Usahatani Padi Organik dan Non Organik menurut Kelompok Tani di

Kabupaten Sragen  MK I 2008 (Rp)

Uraian	Group-1	Group-2	Group-3	Group-4	Group-5
	Tani Mulyo (org)	Tani Mulyo (non-org)	Sri Makmur	Margo Rukun	Non-organik
Output (1)	16,092,365	14,846,893	21,679,945	12,816,576	21,151,429
Sarana Produksi (2)	1,124,071	1,149,814	2,231,735	1,982,667	3,169,740
Benih	164,982	138,520	249,307	171,428	360,714
Pupuk	933,485	940,351	1,949,403	1,621,526	2,609,026
Pestisida	25,604	70,943	33,025	189,712	200,000
Lainnya	0	0	0	0	39,286
Tenaga Kerja (3)	3,249,524	2,573,095	5,162,783	6,292,127	5,481,144
Luar Keluarga	2,607,531	2,030,319	3,647,200	3,996,919	5,050,000
Dalam Keluarga (4)	641,993	542,775	1,515,583	2,295,208	431,144
Lainnya (5)	316,625	1,142,601	213,883	160,183	316,657
Total Biaya (6)=(2)+(3)+(5)	4,690,221	4,865,509	7,608,401	8,434,976	8,967,541
Total Biaya Tunai (7)=(6)-(4)	4,048,227	4,322,734	6,092,818	6,139,768	8,536,397
Keuntungan (1)-(6)	11,402,145	9,981,384	14,071,543	4,381,601	12,183,887
Produktivitas (kg/ha)	7,238	6,575	8,834	6,016	9,614
Harga (Rp/kg)	2,239	2,267	2,477	2,115	2,200
R/C {(1)/(6)}	3.43	3.05	2.85	1.52	2.36
Jumlah Responden	10	8	10	10	2
Jumlah Responden yang menggunakan pupuk kimia	9	8	2	10	2

¹ Makalah disampaikan pada “The Rural Development Through Organic Production in Indonesia-

A Case Study in Sragen Regency, Central Java Province”,  14 Januari 2010 di Sragen.

² Pusat Analisis Sosisal Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Litbang, Deptan

³ JIRCAS (Japan International Research Centre for Agricultural Sciences).